9/16/16

Makanan Jatuh 'Belum Lima Menit', Benarkah Masih Bisa Dikonsumsi?

Makanan Jatuh 'Belum Lima Menit', Benarkah Masih Bisa Dikonsumsi?

Meski terlihat sepele, nyatanya masih banyak orang yang percaya bahwa makanan masih bisa dimakan setelah jatuh, asalkan belum lebih dari lima menit.

Sudah banyak pakar yang menegaskan bahwa anggapan ini tidak benar, sebab kuman bisa menempel pada makanan dalam hitungan detik. Namun hal ini dipastikan kembali oleh peneliti dari Rutgers University.

Adalah Donald Schaffner, ahli ilmu makanan dari Rutgers yang mengatakan bahwa makanan dapat tercemar oleh kuman hanya dalam hitungan kurang dari satu detik.

"Mereka pikir begitu jatuh, asalkan segera diambil, makanan masih bisa dimakan karena bakteri butuh waktu untuk berpindah," tuturnya.

Padahal anggapan ini keliru. Schaffner kemudian membuktikannya dengan melakukan percobaan dengan menggunakan empat jenis permukaan lantai; stainless steel, keramik, kayu dan karpet. Untuk contoh makanannya, Schaffner memilih semangka, roti, roti yang telah diolesi mentega, dan juga permen karet.

Tahap kedua, peneliti membandingkan tingkat kontaminasi bakteri dari lamanya kontak antara makanan dengan permukaan lantai; kurang dari satu detik, lima detik, 30 detik dan 300 detik. 

Untuk keperluan percobaan, peneliti menggunakan dua media; tryptic soy broth (TBS) dan peptone buffer yang biasa dipakai sebagai kultur untuk menumbuhkan bakteri tertentu, dalam hal ini salmonella yang umumnya ditemukan dalam sistem cerna.

Hasilnya, semangka merupakan makanan yang dapat 'mengundang' bakteri terbanyak dibanding makanan lain, sebaliknya permen karet adalah yang paling sedikit mengalami pencemaran. Terkait jenis lantainya, karpet adalah jenis permukaan yang paling jarang terjadi kontaminasi bila dibandingkan dengan keramik dan stainless steel.

"Perpindahan bakteri ke permukaan makanan nampaknya paling dipengaruhi oleh kelembaban. Ini karena bakteri tak punya kaki, tetapi pergerakannya ditentukan oleh kelembaban. Makin basah permukaan makanannya, makin besar pula risiko pencemarannya," jelas Schaffner seperti dilaporkan Rutgers Today.

Itu juga berarti makin lama kontak dengan permukaan lantai, misalnya, biasanya juga mengakibatkan makin banyak bakteri yang berpindah ke permukaan makanan.
Pertama di Dunia, Robot Lakukan Bedah di Dalam Mata

Pertama di Dunia, Robot Lakukan Bedah di Dalam Mata

 Penggunaan robot dalam tindakan bedah bukanlah hal baru. Tetapi untuk mata, hal ini belum banyak dilakukan. Namun robot rupanya sangat berguna dalam operasi mata karena membutuhkan kejelian tingkat tinggi.

Prof Robert MacLaren dari University of Oxford menjelaskan, mengoperasi mata membutuhkan presisi yang tinggi. "Tantangannya ada pada bagaimana kita mengendalikan agar si robot bisa melakukannya tanpa mengakibatkan kerusakan meski bola matanya terus bergerak," tuturnya.

Agustus lalu, MacLaren dan timnya dari John Radcliffe Hospital, Oxford, Inggris berhasil melakukan bedah mata dengan robot untuk pertama kalinya di dunia.

Berkat terobosan ini, penglihatan seorang pasien bernama Bill Beaver (70) bisa kembali seperti semula. "Ini seperti dongeng saja, tetapi benar-benar terjadi. Saya hanya beruntung karena menjadi yang pertama mendapatkannya," katanya penuh haru.

Juli lalu, ditemukan sebuah membran tumbuh di belakang mata kanannya. Tekanan dari membran ini ternyata menciptakan lubang pada retinanya, sehingga penglihatan sentralnya pun terganggu.

Robot yang digunakan tim MacLaren disebut sebagai The Preceyes, dikembangkan oleh sebuah perusahaan dari Belanda yang bekerjasama dengan Eindhoven University of Technology.

Sekilas robot ini mirip injeksi raksasa, dengan sebuah jarum tipis tepat berada di tengahnya. Dengan menggunakan joystick dan sebuah perangkat layar sentuh, tim dokter bisa memandu robot ini untuk masuk ke dalam mata dan melakukan tindakan pembedahan. 

Robot ini sendiri dilengkapi oleh tujuh motor penggerak dan selain presisi, penggunaan robot tentu juga mampu menghindarkan risiko tremor atau gemetar yang mungkin terjadi jika manusia atau dokter yang melakukan pembedahan.

"Normalnya, ketika kami melakukan operasi semacam ini, kami biasanya menyentuh retina dan mengakibatkan pendarahan. Begitu kami menggunakan robot ini, membrannya bisa terangkat tanpa menimbulkan kerusakan apapun," ungkap MacLaren seperti dilaporkan BBC.

Terlebih lagi, robot ini juga sengaja dibuat agar mudah dioperasikan. Semisal pergerakan yang besar pada joystick menghasilkan pergerakan kecil pada robot, dan jika tim dokter melepaskan tangannya dari joystick, maka robot akan berhenti bergerak. 

"Tidak seperti mesin untuk operasi lainnya, yang ini juga kecil, sehingga mudah dioperasikan," pungkasnya
Olimpiade Manusia Bionik Pertama di Dunia Tengah Dipersiapkan

Olimpiade Manusia Bionik Pertama di Dunia Tengah Dipersiapkan

Manusia bionik adalah sebutan bagi orang yang sebagian tubuhnya terintegrasi dengan teknologi elektronik modern. Biasanya penyandang disabilitas menggunakan teknologi tersebut sebagai alat bantu.

Nah berkaitan dengan hal tersebut pada 8 Oktober 2016 mendatang akan diadakan olimpiade manusia bionik pertama di dunia bernama Cybathlon. Bertempat di Swiss sebanyak 50 tim kontestan dari seluruh dunia berkompetisi menggunakan tangan elektronik, exoskeleton, kursi roda bermotor, dan teknologi bantu lainnya.

Kevin Evison selaku salah satu peserta dari Imperial College university mengatakan Cybathlon merupakan cara yang bagus menunjukkan kepada khalayak umum kemajuan teknologi bantu penyandang disabilitas. Ia sendiri akan berkompetisi menggunakan tangan elektronik.

"Cybathlon menghadirkan teknologi prostetik terbaik dari seluruh dunia dengan ide-ide inovatif sehingga membuat kita bisa lebih independen dan produktif, membuat ini jadi kompetisi juga antara perusahaan dan laboratorium riset," kata Kevin seperti dikutip dari BBC,

Cybathlon diprakarsai oleh Universitas ETH Zurich. Tujuannya untuk mendorong para insinyur semakin maju berkarya membuat teknologi yang membantu para penyandang disabilitas.

"Terima kasih karena kegiatan ini kami telah berhasil membuat interface antara komputer dan otak yang bisa mengenali beragam sinyal perintah sehingga bisa dipakai untuk mengendalikan kursi roda," kata pemimpin tim University of Essex, Ana Matran-Fernandez.